Rabu, 13 Januari 2010

PENANGANAN KASUS SENGKETA TANAH DI TRENGGALEK MINIM

Surabaya, 13/1 - Kasus sengketa tanah antara Perhutani dan rakyat di Jawa Timur cukup marak, khususnya di Kabupaten Trenggalek.

Perhutani KPH Kediri dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Trenggalek mendata setidaknya ada 25 kasus sengketa tanah antara Perhutani dan rakyat dalam satu dasawarsa (1999-2009). Dari jumlah tersebut dua di antaranya sedang dan tuntas proses persidangan.

Pertama, kasus sengketa di Desa Tanggaran, Kecamatan Pule, dengan Perhutani. Kedua, sengketa antara warga Ngerdani, Kecamatan Dongko, dengan Perhutani.

Di Desa Ngerdani terbit lebih dari 400 sertifikat tanah. Inilah yang membuat Perhutani tidak bisa menerima, lantaran mereka mengklaim lahan yang disertifikatkan merupakan milik Perhutani. Sebaliknya, warga menilai itu adalah tanah negara yang sudah turun temurun diolah warga setempat.

Sengketa Ngerdani menjadi kasus nasional. Pasalnya penerbitan sertifikat oleh BPN Trenggalek ini setelah ada penetapan dari BPN pusat. Intinya, lahan di Desa Ngerdani merupakan tanah negara bebas. Hingga akhirnya pada Februari 2002 keluar sebanyak lebih dari 400 sertifikat tanah.

Tingginya kasus "penyerobotan" tanah milik negara yang dikelola oleh Perhutani di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, selama kurun tahun 1999-2009, ternyata tidak berbanding lurus dengan kasus pidana yang ditangani aparat penegak hukum setempat.

Indikasinya, dari total 2.700 hektare tanah hutan negara yang dinyatakan dalam proses sengketa oleh Perum Perhutani, hanya dua kasus dengan tiga terdakwa/terpidana yang sampai saat ini diproses oleh Pengadilan Negeri Trenggalek.

"Selama ini memang hanya dua kasus itu, belum ada kasus baru," kata Humas PN Trenggalek Iwan hari Winarto.

Pernyataan Humas PN Trenggalek ini sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Kaur Bina Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Trenggalek, Iptu Khairil.

Dia bilang, pihaknya selama ini baru menangani dua kasus tersebut karena pengaduan terkait sengketa tanah antara Perhutani dengan warga, selama ini sangat minim.

"Kepolisian tidak bisa serta merta melakukan penyelidikan ataupun penyidikan jika tidak mendapat laporan dari Perhutani," paparnya.

Dia mengakui, kasus penyerobotan tanah yang masuk kategori hutan negara oleh masyarakat di Kabupaten Trenggalek cukup tinggi.

Tetapi mengingat data mengenai tanah aset negara tersebut yang mengetahui hanya Perhutani, polisi tidak bisa berbuat gegabah dengan menindaklanjuti setiap dugaan penyerobotan tanah.

"Kasus semacam ini (penyerobotan lahan hutan oleh rakyat) memang bukan masuk kategori delik aduan. Tapi jika tidak ada pemberitahuan atau pengaduan langsung dari mereka (Perhutani), polisi tentu tidak bisa berbuat banyak," ucap mantan KBO Reskrim Polres Tulungagung ini.

Dua kasus dimaksud masing-masing adalah kasus tanah hutan negara yang diklaim Perhutani telah serobot warga di Desa Ngerdani, Kecamatan Dongko, serta lahan hutan negara di Desa Tanggaran, Kecamatan Pule.

Untuk lahan hutan yang dikelola Perhutani di Desa Ngerdani, Kecamatan Dongko, dua terdakwa atas nama Pairin (Kepala Desa Ngerdani) dan Paimin (Kepala SD di Ngerdani) telah divonis masing-masing selama 18 bulan dan 12 bulan oleh PN Trenggalek pada tahun 2008.

Sementara untuk kasus sengketa tanah hutan negara dengan luas mencapai ratusan hektare di Desa Tanggaran dengan terdakwa anggota DPRD Trenggalek periode 2009-2014, Parmono, sampai saat ini masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung.

Pihak PN Trenggalek dalam amar putusannya pada tanggal 4 Mei 2009, memvonis Parmono delapan bulan penjara (tuntutan JPU 31 bulan).

Tetapi politisi PKS yang dianggap "pahlawan" oleh warga Kampung Baru yang menempati lahan hutan yang disengketakan tadi, akhirnya justru divonis bebas di tingkat banding Pengadilan Tinggi Jatim.

Lamban

Lambatnya penanganan proses hukum dalam penanganan kasus-kasus penyerobotan lahan hutan milik negara di Kabupaten Trenggalek ini sempat dikeluhkan oleh Kepala Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Miftahudin.

Dia saat menghadiri kegiatan penghijauan/reboisasi di Gunung Klothok, Kota Kediri, beberapa waktu lalu mengatakan, sedikitnya ada 2.727 hektare lahan Perhutani yang sejak tahun 1999 hingga sekarang telah "diserobot" oleh warga.

Tetapi, dari total lahan lahan yang masih dalam proses sengketa itu, proses hukum yang ditangani kepolisian maupun kejaksaan cenderung berjalan lamban.

Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Trenggalek, Budi Santoso saat dikonfirmasi mengenai tudingan yang dilontarkan Kepala Perhutani Unit II Jatim tersebut justru terlihat gusar.

Dia dengan suara emosi balik "menantang" pihak Perhutani untuk menangani kasus-kasus tanah hutan negara yang masih dalam sengketa.

"Lambat bagaimana? Ngomong sembarangan. Demi menangani kasus itu saya sampai diancam akan dibunuh, dan mereka (Perhutani) seenaknya ngomong penanganan yang kami lakukan tidak serius. Kalau bisa, silahkan tangani saja sendiri," kata Budi Santoso dengan nada tinggi.

Sayang, meski dia menegaskan pihak Kejaksaan Negeri Trenggalek akan tetap serius dalam menangani perkara yang berkaitan dengan Perhutani, Budi Santoso terkesan enggan mengkonfirmasi jumlah perkara yang selama ini telah mereka proses.

Dia beralasan masih sibuk, sehingga tidak bisa melayani konfirmasi data kasus yang diajukan oleh wartawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar