Selasa, 29 Desember 2009

PETANI KELUHKAN NAIKNYA BIAYA PRODUKSI

Trenggalek, 21/12  - Hujan yang tidak menentu selama dua bulan terakhir menyebabkan biaya produksi pertanian di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, membengkak.

Keluhan itu setidaknya diungkapkan sejumlah petani di Pacitan saat membahas kondisi cuaca yang cenderung belum menentu, dikaitkan dengan hasil pertanian mereka memasuki tahun baru 2010.

"Jelas ongkos musim tanam akhir tahun ini bertambah, terutama untuk keperluan pengairan," kata Sukemi, petani asal Desa Sidoharjo, Kecamatan Pacitan, Senin.

Pada kondisi normal, kata Sukemi, biaya produksi selama musim tanam biasanya hanya sekitar Rp450 ribu. Jumlah tersebut belum termasuk biaya pupuk dan tenaga buruh. 

Namun dengan kondisi cuaca yang tidak menentu seperti sekarang, biaya itu hampir dipastikan membengkak. 

Sukemi memberi gambaran ongkos produksi yang telah dikeluarkannya selama dua minggu paska tanam. 

Untuk menyewa mesin pompa air serta membeli bahan bakar solar/bensin, dia harus mengeluarkan biaya tambahan Rp200 ribu.

Sukemi khawatir apabila pengairan tidak lancar, nanti tanaman padi miliknya akan mati dan gagal panen. 

"Sebenarnya kalau terus-terusan dengan model pengairan seperti ini cukup memberatkan," katanya.

Sebagai gambaran, kata Sukemi, untuk sekali mengairi sawah dengan menggunakan mesin diesel dibutuhkan biaya sekitar Rp50 ribu. 

Padahal setiap empat hari sekali sawah memerlukan air agar padi bisa tumbuh dengan baik. 

"Bagi yang sudah punya mesin pompa mungkin bisa lebih irit, Namun untuk yang tidak memiliki, petani harus menyewa mesin pompa sendiri yang harganya perhari rata-rata adalah Rp10 ribu. Ongkos itu belum termasuk sewa sumur dan bahan bakar diesel," kata Heru, petani di Kecamatan Pringkuku. 

Karena kesulitan air itulah, banyak petani di Pacitan yang akhirnya membiarkan tanaman padinya tidak terurus. 

Pompa air tidak selalu bisa diharapkan karena debit air bawah tanah di beberapa kawasan pertanian di daerah ini sangat terbatas.

"Akhirnya tanaman dibiarkan begitu saja daripada nanti bisa panen tapi merugi," kata Heru.

Selain di Kecamatan Pringkuku, kondisi serupa juga terjadi di wilayah Kecamatan Punung dan Donorojo. 

Karena takut mengalami gagal panen, beberapa petani mengantisipasinya dengan melakukan tumpang sari dengan menanam palawija di antara tanaman padi yang sudah ditanam lebih dulu. 

Tumpang sari ini sebagai cadangan pangan jika padi yang mereka tanam mengalami gagal panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar